Rabu, 07 Oktober 2009

Ai sombong ma itoani ,,

Setelah mendengar banyak cerita dari beberapa teman-teman saya (pria batak khususnya), saya tertarik untuk menulis sedikit tentang apa yang dikeluhkan teman-teman saya itu, yaitu tentang "kesombongan boru/cewek batak" - yang masih single tentunya. Tidak sedikit dari teman-teman saya itu yang menyatakan bahwa cewek batak itu sombong-sombong apabila sudah berada 'diatas rata-rata'. Diatas rata-rata yang saya dan mereka maksud cukup luas artinya, tetapi tetap ada standart nya. Antara lain, (1) mempunyai tampilan fisik yang 'wow' ( hidung dan dagu seperti Sandra Bullock mungkin, atau tinggi badan yang proporsional dengan berat badannya, berkulit putih dllll..)  (2) mempunyai gelar dari latar belakang pendidikan yang baik, (3) mempunyai jabatan dan kedudukan sosial yang bisa dikatakan tinggi di tempatnya bekerja dan faktor-faktor lain yang mendukungnya untuk bersikap sombong. Dengan nada khasnya teman saya berkata, "kalo aku lae, lebih baik tak kukenal lah boru batak yang kaya-kaya itu, cuma bikin sakit hati  saja yang mereka tau".

Menurut saya, kita harus selidiki dulu kenapa mereka bersikap seperti yang teman saya bilang, bila perlu kita tanya langsung kepada mereka apa yang mendasari mereka untuk bersikap seperti itu. Memang benar apa yang teman saya bilang, tapi kita tidak bisa serta-merta menyalahkan boru batak itu, dan mereka pasti punya alasan yang jelas kenapa mereka bersikap seperti itu, apalagi kalo mereka emang punya background education yang 'lumayan' mereka ga mungkin bersikap tanpa alasan.

Menurut pengalaman saya yang sering saya perhatikan saat menghadiri acara-acara pernikahan adat batak, tidak sedikit saya mendengar percakapan orang-rang tua yang juga menghadiri acara tersebut.

Pada suatu acara pernikahan ala batak salah satu teman saya contohnya, mempelai wanitanya memang kebetulan mempunyai status sosial yang bisa dikatakan diatas mempelai pria. Setelah semua acara selesai dan mulai masuk ke acara bebas, saya mendengar apa yang diperbincangkan oleh orang-orang tua disekitar saya yang tidak mungkin saya tidak mendengarnya, karena mereka berbincang-bincang di dekat saya dan dengan suara yang tidak pelan. Mereka berkata, "ai dang main parboru i, jaloonna naso helana". Memang kalimat ini agak susah untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, tapi saya akan coba men translete nya, kurang lebih berbunyi "kok mau sih orang tua mempelai wanita itu menerima menantu yang seperti itu" (maksudnya tidak minimal 'selevel' dengan putrinya). Mendengar perbincangan itu saya bingung untuk menangkap arti dari kalimat itu, tetapi saya berusaha untuk tetap berpikir positif dalam menanggapi perbincangan mereka. Ternyata di acara-acara pernikahan ala batak lainpun apabila mempelai wanita 'lebih baik' dari mempelai pria, perbincangan yang seprti itu tidak susah untuk didengar. Segera saya terbiasa akan perbincangan seperti itu bila saya mengikuti acara pernikahan ala batak tersebut.  Mungkin, dalam budaya Batak pemikiran seperti itu memang sudah ditanamkan sejak budaya batak itu sendiri terbentuk, sakali lagi  - mungkin.  

Namun tetap saya belum mengerti apa yang dimaksudkan oleh orang-orang tua kita itu dengan kalimat itu. Hingga suatu saat saya sedang berbincang-bincang dengan salah satu orang tua saya (Bapa Tua) yang kami sendiri tidak tahu awal perbincangan kami itu, dan tiba-tiba dia berkata "imada amang, lului ma rokkapmu, unang naso rongkapmu siluluan muna, ingkon arsak do naro molo naso rokkapmu naniluluan muna !!" kemudian dia menambahkan, "on pe amang, ngaditanda ho be dirim, nga diboto ho be keluarganta, sai unang ma nian naing lao ho mardalani tu bulan anggo solu do dalanmu tusi, boi do nian sahat ho tusi, alai dung sahat ho disi ikkon kiraonmu ma lojam nadi dalani dina lao ho madapothon bulan i, sebanding do dohot kepuasanmu ?? Jala boha ma muse dalan mu mulak tu jabu, ikkon dapot rohamuna do sude nahudokhon on !". Kurang lebih seperti itulah kata Bapa Tua itu, soalnya udah lumayan lama juga sih dibilang, jadi udah agak-agak lupa..he..hehe..

Maksud dari Bapa Tua itu adalah, carilah jodohmu, jangan cari yang bukan jodohmu karena akan banyak penyesalan yang akan datang padamu. Janganlah lakukan hal-hal yang tidak mungkin terjadi, karena walaupun terjadi maka akan terlalu banyak pengorbanan dibandingkan dengan yang didapatkan. Apabila kita (pria) mempunyai nilai 10 dalam status sosial kita, akan lebih baik kita mencari yang bernilai 9 status sosialnya dalam mencari pasangan wanita kita. Karena dalam falsafah Batak, ukuran seseorang yang dianggap berhasil adalah Hamoraon, Hasangapon, dan Hagabeon. Begitu juga dengan perempuan batak, kalau bisa diusahakan dapat pendamping hidupnya yang bernilai 11 status sosialnya apabila dia mempunyai nilai 10, itu akan lebih baik. Memang benar jodoh telah ditetapkan Tuhan, tetapi kita harus tetap harus menemukannya, tentunya yang terbaik menurut pribadi kita dan berkenan dihadapan Tuhan. Itu hanya sedikit gambaran dari orang tua saya, dan tidak dapat disalahkan atau dibenarkan, semua kembali kepada kita masing-masing.   

Apabila kita kaitkan pernyataan teman saya itu dengan pendapat dari Bapa Tua saya, maka akan terlihat sangat jelas alasannya kenapa boru batak itu agak terlihat sombong apabila status sosialnya sudah berada diatas rata-rata dibandingkan dengan teman teman prianya yang berstatus sosial dibawahnya. Pada beberapa contoh, ternyata orang tua dari boru batak itu sendiri yang menanamkan pemikiran kepada borunya untuk bersikap sombong. Kita tidak dapat menyalahkan tindakan orang tua mereka itu, karena mereka pun mempunyai alasan untuk berbuat demikian, sebab merekalah yang akan dijadikan bahan perbincangan saat pesta pernikahan putrinya nanti apabila putrinya mendapatkan calon suami yang berstatus sosial di bawahnya, dan para orang tua itu biasanya menghindari hal itu agar jangan sampai ada perbincangan yang seperti saya ceritakan diatas, apalagi mereka sebagai parboru. Apabila borunya menjalin hubungan yang sudah mulai serius dengan pria yang berstatus sosial dibawahnya, mereka akan bilang "oto ma ho olo ho tusi"(dimulai dengan nada canda, yang lama-kelamaan berubah menjadi nada serius apabila tidak ditanggapi oleh borunya). Sehingga tanpa disadari oleh para boru batak itu, terbentuklah suatu pemikiran pada boru batak yang 'wow' itu, "lebih baik aku dibilang sombong daripada dibilang bodoh". Dan sekali lagi, kita tidak dapat menyalahkan sikap boru-boru batak yang seperti ini. Mereka mempunyai alasan yang kuat untuk bersikap seperti itu. Bukannya saya mendukung para boru batak itu, terus terang saya menolak keras sikap boru batak yang seperti itu, tetapi apabila memang karena tindakan orang tua mereka yang seperti saya sebutkan diatas yang dijadikan alasan para boru batak itu untuk bersikap sombong, tetap mereka tidak dapat disalahkan. Tapi saya rasa para pria - khususnya pria batak akan lebih respect bila para boru batak (yang masih single) yang tergolong 'diatas rata-rata itu tetap bersikap netral dan sewajarnya.

Original by Anton J Simatupang.